Senin, 03 Oktober 2011

KEBIJAKAN PEMERINTAH MENANGANI KASUS LUMPUR LAPINDO

sekitar lima tahun yang lalu telah terjadi semburan lumpur di PT Lapindo Brantas, di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Lumpur menyembur dari sumur pengeboran Lapindo Brantas. Bencana ini menyebabkan genangan lumpur yang mencapai luas 800 hektar, sehingga menenggelamkan 16 Desa. Belasan keluarga korban lumpur lapindo di Desa Gempolsari, para korban lumpur lapindo merasa kecewa terhadap pemerintah terutama PT Lapindo Brantas karena belum adanya ganti rugi yang diberikan kepada korban lapindo mereka menyayangkan lambatnya penanganan untuk korban lapindo.

Mereka menilai kebijakan pemerintah tersebut pilih kasih dan tidak adil. Mereka meminta pemerintah melihat apakah hak ganti rugi warga korban lumpur lapindo yang lama sudah diselesaikan semua. Mereka juga meminta pemerintah untuk menekan pemilik perusahaan agar melunasi hak mereka. Warga kecewa dan menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kurang tegas dalam menangani persoalan lumpur lapindo.

Menanggapi permasalahan dan opini negative dari para korban lapindo, pemerintah akhirnya mengeluarkan Keppres tentang pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo pada bulan November 2006. Dalam kebijakan tersebut, pemerintah memerintahkan pemilik lapindo agar membiayai para tim yang bekerja menyelesaikan semburan lumpur. Namun, pada bulan april 2007, pemerintah membuat Keppres baru. Presiden membentuk sebuah badan baru yang disebut Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar